Penicillin
Kehidupan kampus Amanda Ruita tergolong
biasa saja, bahkan cendrung flat. Masuk Universitas swasta tertua di
Banten lantas tak membuatnya menjadi mahasiswa yang punya citra seperti
kampusnya. Manda bukan tipikal orang yang suka disorot dan diperhatikan, Ia
lebih suka hidupnya yang adem ayem. Berteman dekat dengan teman sekelasnya
dan berorganisasi sekenanya, baginya itu sudah cukup.
Namun
zona nyamannya terusik oleh Daniel. Cowok yang namanya dikenal oleh mayoritas
Mahasiswa UNIS. Pintar tapi urakan, jika saja bukan karena perangai buruknya
yang selalu jadi kontroversi, Daniel mungkin jadi salah satu mahasiswa yang di elu-elukan
lantaran wajahnya yang tampan seperti artis Korea.
Sialnya,
semester ini Manda harus satu kelas dengan Daniel. Sebelumnya Manda memang tak
pernah satu kelas, hanya saja meski tak begitu mengenalnya, Ia selalu mendengar
kehebohan yang Daniel lakukan. Tentu saja, ini
kan Daniel Affandra. Manusia yang sudah menyandang gelar ‘berandal’
sejak masa orientasi. Mulai dari datang terlambat, tak mau menjalani hukuman,
sampai adu mulut dengan senior, semuanya sudah dijajal Daniel sejak hari
pertamanya di kampus.
Tak sampai disitu,
kelakuan urakan Daniel bahkan sampai membuat dosen geram. Ia pernah datang ke
kampus dengan penampilan yang gila. Mengenakan jins yang sobek-sobeknya di paha,
rambut diwarnai pink, bahkan baju yang dikenakan sama sekali tak bisa dibilang
pantas untuk dipakai kuliah. Bayangkan saja, Ia menggunakan jaket denim dengan
satu lengan utuh dan lengan lainnya dipotong habis. Masih wajar jika
menggunakan inner, ini tidak! Ketiaknya diumbar sana-sini. Mau pamer ketiak
mulus tanpa bulu? Hah, yang benar saja!
Manda memang tak
pernah melihat langsung, namun mendengarnya saja sudah membuatnya merinding.
Dan
hari ini, Manda benar-benar melihat kegilaan Daniel.
Hari
ini harusnya Manda maju presentasi dengan Daniel, namun Daniel tak kunjung
memperlihatkan batang hidungnya. Sebenarnya Manda sedikit bersyukur karena
khawatir Daniel akan mengacau. Terlebih ini adalah mata kuliah Bu Leni, dosen
yang disebut-sebut selalu dibuat jengkel oleh kelakuan Daniel.
Akhirnya
Manda memutuskan memulai tanpa Daniel. Namun baru akan membuka presentasinya,
tiba-tiba Daniel muncul dari balik pintu. Melihat penampilan Daniel, mata Manda
membulat. Daniel datang dengan rambut warna merah, jins sobek-sobek, kaos
oblong dan bukannya sepatu, Daniel justru mengenakan sandal yang terlihat
seperti sandal hotel.
“udah gila kali ni anak!” maki Manda dalam hati.
Detik kemudian
Manda melihat Bu Leni sudah berdiri sambil bertolak pinggang dan siap memaki Daniel.
“Siapa yang ijinin kamu masuk? Datang telat
ngga pake salam. Saya kan udah bilng, kalo kamu masih kuliah dengan penampilan
urakan kaya gitu, ngga usah masuk kelas saya! Rambut diwarna, kalung, gelang,
trus itu apa lagi?” Bu Leni kini menunjuk kaki Daniel, “kamu pikir ini hotel
pake sandal begitu?” lanjutnya makin lantang.
Sementara
itu Daniel diam, Ia membalas tatapan Bu Leni tanpa takut.
“Ngga sekalin nih Ibu periksa kuku saya?”
ujar Daniel membalas statement Bu Leni sambil menunjukkan jarinya.
Tak
hanya Manda, seisi kelas sontak kaget dengan apa yang Daniel lakukan. Selama
ini, meski Daniel selalu membuat dosen kesal, Daniel tak pernah sekalipun
menjawab, apalagi dengan nada menantang seperti tadi.
“NGELAWAN KAMU YA!!???” Bu Leni makin
marah, kali ini sudah menunjuk-nunjuk Daniel.
Manda
makin bingung karena situasinya Ia juga masih berada di depan kelas.
“KELUAR KALIAN BERDUA!!”
Mendengarnya
Manda kaget,
“loh Bu? Ko saya ikut disuruh keluar?”
“Mau ngelawan juga kamu? Keluar saya
bilang!” ujar Bu Leni kini pada Manda.
Manda
kesal sekaligus bingung, Ia menatap Daniel berharap anak gila satu itu bicara
dan membantunya keluar dari situasi ini, namun nihil. Manda kembali menatap Bu
Leni,
“Bu, dari tadi kan saya diem aja” negonya tak
trima.
“Keluar atau saya yang keluar?!”
Manda
kesal bukan main. Kenapa dirinya ikut dibawa-bawa sih?. Sementara itu, selepas
intruksi dari Bu Leni, Daniel bahkan tak menunjukkan tanda-tanda akan keluar
dan itu membuat Manda makin bingung,
“Masa gue harus keluar sih? gue kan
ngga salah!” pekiknya dalam hati.
Melihat Daniel dan
Manda bergeming, Bu Leni membereskan barangnya,
“Nilai kalian berdua E!” ujarnya lalu
keluar kelas membawa amarahnya.
BLAAM!!
Sepeninggalan
Bu Leni, seisi kelas ribut karena ulah Daniel. Manda juga mencoba bicara pada
Daniel namun Daniel terlanjur emosi dan meladeni cibiran Raka,
“Yang nagajar sensian, yang diajar kurang
ajar! Ngga punya attitude[1]!!”
BRAK!!
Daniel
menendang kusri kosong didepannya.
“ngomong apa lo
barusan!?” balasnya lirih, namun kontradiktif.
Sedangkan
yang ditantang masih duduk tenang di pojok kelas sambil bersedekap.
Anak-anak yang
tadinya ribut kini bungkam, suasana kelas jadi serius. Mereka sudah tak asing
lagi melihat Raka dan Daniel terlibat adu mulut. Tapi bagi Manda, bagaimanapun
juga ini bukan suatu hal yang pantas di maklumi.
“Apa-apaan lo berdua?!!” Manda angkat
suara membuat Daniel menoleh. “Lo ngga ngerasa salah sedikitpun ya, seenggaknya
sama gue gitu!?” lanjutnya pada Daniel.
Manda
benar-benar kesal kali ini, dirinya tak berbuat apapun tapi Ia terancam tak
lulus karena ulah Daniel. Karena tak kunjung mendapat jawaban dari Daniel,
Manda memilih untuk menyusul Bu Leni demi menyelamatkan nilainnya.
_____
Manda
sudah di depan kantor dosen, Ia membranikan diri untuk masuk dan meminta
pertimbangan Bu Leni masalah nilainya. Begitu masuk, Manda mendapati Bu Leni
yang tengah misuh-misuh pada Pak Ali perihal kejadian di kelasnya tadi.
“Coba bapak kasih SP deh anak kayak dia
tuh! Atau keluarina aja sekalian!”
Sedangkan
Pak Ali masih berusaha menenangkan Bu Leni. Saat itu juga, Manda tanpa ragu
mendatangi Pak Ali untuk menjelaskan kejadiannya. Beruntunglah, Pak Ali yang
bijaksana ini adalah Kaprodinya. Manda lega karena Bu Leni akhirnya mencabut
ucapannya tentang nilai E dikelas tadi.
Setelah
selesai Manda langsung ijin undur diri, setidaknya nilainya aman dan suasana
hatinya tak seburuk tadi berkat Pak Ali. Namun itu tak berangsung lama, begitu
kaluar, Manda mendapati Daniel di depan ruang dosen. Manda mendelik saat
melihat tas dan laptopnya ada di tangan Daniel.
“kelas nya udah bubar, jadi..”
Tanpa
mendengar ucapan Daniel, Manda langsung merebut barangnya dan berlalu menuju
lift. Tapi Daniel justru mengekorinya.
“Sori deh, tapi Bu Leni ma suka becanda,
nilai lo ma pasti aman. Tenang aja sih!” kata Daniel begitu sampai di depan
lift.
Manda tak
menjawab, Ia tak peduli Daniel bicara apa, dirinya sudah kesal setengah mampus
pada cowok gila itu.
“Lagian..”
“Lo baik-baik aja ya?” Manda memotong
ucapan Daniel.
Sementara
itu Daniel tertegun dengan pertanyaan mendadak Manda. Daniel memandang Manda dengan
tatapan bertanya.
“Lo baik-baik aja setelah ngelawan dosen
kaya tadi? Ngga ngerasain apa gitu? Ngga papa dipandang berandalan sama
anak-anak? Ngga masalah di rendahin kaya tadi sama Raka?”
Daniel
masih diam sambil memandang Manda. Melihat Daniel tak merespon, Manda kembali
bicara.
“Tuh!” Manda menujuk pintu kamar mandi
yang berada tepat disamping lift dengan dagunya, “kaca gede di kamar mandi.
Mending lo ngaca, trus tanya sama diri lo sendiri, lo baik-baik aja atau ngga
setelah semua yang lo lakuin tadi”
TING! Pintu lift
terbuka. Manda langsung masuk dan menekan tombol tutup tanpa menghiraukan
Daniel. Sementara itu Daniel masih mamatung sambil memandang Manda sampai pintu
lift tertutup.
____
Esoknya,
Daniel kembali menghebohkan seisi kelas. Tapi kali ini berbeda, meski tetap
datang telat bersama rambut merahnya, penampilan Daniel jauh lebih baik. Tak
ada lagi jins sobek-sobek, hari ini Ia waras seperti mahasiswa lainnya yang
rapih dengan kemeja, lengkap dengan sepatu. Dan jika biasanya Daniel selalu
menggunakan kalung dan gelang, hari ini tidak.
Daniel
masuk lalu menghampiri Pak Sukanda dan bersalaman.
“Maaf pak telat, macet jalanan. Ngga
lagi-lagi deh pak, suer” katanya sambil sedikit bercanda.
“Tumben rapih kamu Niel?” jawab Pak
Sukanda dengan nada yang bercanda juga. Pak Sukanda memang terbilang cukup asik
dan tak terganggu dengan penampilan Daniel. Asal rajin masuk kelas dan
mengerjakan tugas, Pak Sukanda sih oke.
“Kan biar makin ganteng kaya artis Korea
pak” lanjut Daniel kemudian duduk di kursi barisan depan.
Sementara
itu, seisi kelas masih heboh. Ada yang menyebut Daniel salah makan, ada yang
bilang kesambet dan lain-lain. Tak terkecuali Manda, Ia bahkan sempat mengira
jika mungkin saja jika Daniel jatuh dan kepalanya terbentur sesuatu. Lalu
tiba-tiba Aidan yang duduk disebelahnya bicara,
“Dua tahun gue sekelas sama dia, baru kali
ini gue denger dia minta maaf gara-gara dateng telat, trus duduknya di depan
lagi”
Manda
kembali berfikir dan akhirnya sadar jika dirinya belum pernah bertemu cowok
dengan kelakuan ajaib seperti Daniel sebelumnya.
Selanjutnya
Pak Sukanda mengambil alih dan kelas dimulai.
____
Sudah
terhitung dua minggu sejak hari bersejarah Daniel. Sejak hari itu, Daniel tak
masuk, bahkan Aidan yang biasa dititipi absenpun tak tau kabarnya. Daniel
memang dikenal berandal dan urakan, tapi jangan salah, soal absen Ia terbilang
rajin masuk kelas.
Hari
ini mata kulaih Pak Sukanda, dan kelas sudah dimulai. Tiba-tiba seseorang yang
tak dikenal masuk membawa surat dan memberikannya pada Pak Sukanda, lalu pamit
setelah sebelumnya menatap semua orang dikelas dengan tatapan sendu.
Selepas kepergian
pria tak dikenal tadi, Pak Sukanda membuka surat itu dan membacanya. Baru
beberapa kalimat, Pak Sukanda kembali meletakkan surat itu di atas meja dan
berseru pelan,
“Innalillahi..”
Sontak
seisi kelas heboh dan bertanya ada apa, tak terkecuali Manda. Dan apa yang
selanjutnya di sampaikan Pak Sukanda lebih mengejutkan.
Surat
yang baru saja diantar adalah surat keterangan kematian Daniel dari Rumah
Sakit. Daniel memiliki kelainan jantung dan dinyatakan meninggal 4 hari lalu
setelah menjalani operasi transplatasi jantung.
Aidan
yang hari itu secara kebetulan duduk bersebelahan lagi dengan Manda, berkata
lirih,
“gue bahkan ngga tau kalo dia sakit, dia
kaya orang sehat Man..”
Mendengar
kata-kata Aidan, Manda mengingat kembali bagaimana dua minggu lalu Ia memaki
Daniel, mengatai Daniel anak gila. Kali ini Daniel benar-benar sukses membuat
Manda merasa bagian belakang kepalanya dipukul sangat keras.
____
Dua
hari setelah berita kepergian Daniel, kelas kembali heboh. Setelah kelas
berakhir, pria tak dikenal itu datang lagi membawa surat. Namun kali ini surat
itu tak hanya satu, tapi tiga. Pria itu memberikam satu pada Raka, satu untuk
Aidan, dan satu lagi untu Manda.
Sebenarnya Manda
bingung, kenapa dirinya juga ikut menerima surat? Dan apa isinya kali ini?
Manda membaca
tulisan di depannya. Penicillin. Manda mengeryit tak mengerti. Dan
lagi-lagi, Aidan yang entah itu kebetulan atau bukan duduk di sebelahnya
menyahut.
“penicillin? Kayaknya nama obat deh” Aidan
menjeda kalimatnya sebentar lalu melanjutkan, “temennya amoxillin, kalo ngga
salah sih..”
Sedangkan
Manda masih diam, Ia memandang ragu pada surat yang ia terima, lalu melirik
surat Aidan dan menemukan tulisan yang sama. Manda tak tau, apa surat yang Raka
terima juga bertuliskan hal yang sama atau tidak.
Selanjutnya,
dengan penasaran dan sedikit takut Manda membuka surat itu. Sekali lagi Manda
dibuat terkejut dengan isinya. Meski tak tau pasti, Manda yakin tulisan tangan
itu milik Daniel.
Penicillin Amanda Ruita
Gue
tau ini najis man, tapi yang gue tulis disini bakal lebih najis
Hehe..
lo jangan geer ya, gue bukan mau nyatain cinta kok :p, bukan mau minta maaf
juga soal nilai lo yang terancam E waktu itu :p:p
|
|
Ini
tentang pertanyaan lo di depan lift tempo hari man, jawaban gue ‘ngga’ man..
jawabannya bakal selalu ngga, karna gue ngga pernah baik-baik aja.
Lo
tau penicillin? Itu obat yang ngga pernah absen gue minum sejak 11
tahun tearkhir. Penicillin yang selalu ngingetin kalo gue ngga
baik-baik aja, kalo gue sakit.
Dan
hari itu man, lo kayak penicillin. Lo ngingetin gue kalo gue ngga
baik-baik aja, gue Cuma purapura baik-baik aja lewat semua keurakan gue.
Big
thanks man.. udah nanyain itu.. TT
Eh,
lo bacanya ngga sambil nangis kan? emang sesedih itu ya? wkwk :D
|
Manda
tertawa renyah karena candaan Daniel. Dalam hati Manda menyesal tanpa ampun. Manda
yakin betul jika Daniel tau pertanyaannya waktu itu adalah sarkasme, Manda
memakinya, dan Daniel masih bisa berterima kasih? Sebutuh itukah Daniel akan
pertanyaan ‘baik-baik saja’ ?
Detik
itu Manda menyadari, orang-orang seperti Daniel terkadang tak membutuhkan
apapun selain pertanyaan sesederhana itu. Dibalik kata ‘baik-baik saja’ memang
selalu punya makna lain.
Setidaknya
begitulah Daniel. Selalu mengejutkan orang-orang dengan cara yang ajaib bahkan
tanpa kehadirannya di dunia. Setidaknya begitulah Daniel mengenang Manda
sebagai Penicillin-nya.
The end
Tidak ada komentar:
Posting Komentar